A. Pengertian
Perubahan dan Perkembangan Organisasi
Pengertian Perubahan Organisasi
Perubahan
organisasi adalah kegiatan episodic, artinya perubahan dimulai pda satu titik,
berlanjut melalui serangkaian tahap, dan mencapai puncaka dalam hasil yang
diharapkan oleh mereka yang terlibat berupa perbaikan dari titik awal.
Perubahan memiliki permulaan, pertengahan dan akhir. Perubahan organisasi atau
pembaharuan organisasi (organizational change) didefinisikan sebagai
pengadopsian ide-ide atau perilaku baru oleh sebuah organisasi. Organiasasi
dirancang untuk beradaptasi dengan peruabahan lingkungan melalui pembaharuan
dan pengembangan internal. Perubahan organisasi dicirikan dengan berbagai usaha
penyesuaian-penyesuaian disain organisasi di waktu mendatang. Pengelolaan
perubahan secara efektif tidak hanya diperlukan bagi kelangsungan hidup organisasi,
tetapi juga sebagai tantangan pengembangan. Dalam pengertian lain perubahan
organisasi merupakan proses penyesuaian desain organisasi terhadap kondisi
lingkungan yang dihadapi. Perubahan dapat bersifat reaktif dan proaktif
Pengertian Pengembangan Organisasi
Pengembangan
organisasi adalah suatu perspektif tentang perubahan sosial yang direncanakan
dan yang dibina. Hal ini menyangkut inovasi yang menyiratkan perubahan
kualitatif dalam norma, pola perilaku dalam hubungan perorangan dan hubungan
kelompok dalam persepsi tujuan maupun metode. Pengembangan organisasi dapat
dirumuskan sebagai perencanaan, penataan dan bimbingan dari organisasi baru
atau yang disusun kembali; (a) yang mewujudkan perubahan dalam nilai-nilai,
teknologi fisik dan atau sosial, (b). Menetapkan, mengembangkan dan melindungi
hubungan-hubungan normatif dan pola-pola tindakan yang baru, dan (c).
Memperoleh dukungan dan kelengkapan dalam lingkungan tersebut.
Secara
ringkas pengembangan organisasi mencakup juga penyusunan kembali struktur organisasi,
dan berkaitan dengan keseluruhan faktor yang mempengaruhi tugas dan fungsi
seluruh organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan organisasi atau
mempengaruhi desain organisasi adalah faktor lingkungan eskternal dan internal
organisasi.
B. Langkah
- Langkah Perubahan Organisai
Dikaitkan
dengan konsep ‘globalisasi”, maka Michael Hammer dan James Champy menuliskan
bahwa ekonomi global berdampak terhadap 3 C, yaitu customer, competition, dan
change. Pelanggan menjadi penentu, pesaing makin banyak, dan perubahan menjadi
konstan. Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu
perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang
seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak
dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif. Manajemen Perubahan adalah
upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat yang ditimbulkan karena terjadinya
perubahan dalam organisasi.
Banyak
masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling
sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang
sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to
change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena
adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara
sembarangan.
Penolakan
atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar.
Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan
protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat
(implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang,
motivasi kerja menurun dan lain sebagainya.
Sumber Penolakan atas Perubahan
Sumber Penolakan atas Perubahan
Untuk
keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan,
menurut Stephen P. Robbins, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan
yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.
Resistensi
Individual, Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka
individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan :
KEBIASAAN,
merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang
hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Begitu
terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika
perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme
diri.
RASA
AMAN, kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan karyawan memiliki
kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun
besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak
aman bagi para pegawai.
FAKTOR
EKONOMI, Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal
menurun-nya pendapatan.TAKUT AKAN SESUATU YANG TIDAK DIKETAHUI Sebagian besar
perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak
pastian dan keragu-raguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti
setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi
sekarang dan menolak perubahan.
PERSEPSI,
cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi
sikap. Dimana karyawan merasa program perusahaan adalah bentuk
kesewenang-wenangan, sehingga menimbulkan sikap negatif.
C. Perencanaan Strategi Pengembangan Organisasi
Perencanaan
strategis adalah suatu rencana jangka panjang yang bersifat menyeluruh,
memberikan rumusan ke mana suatu organisasi/perusahaan akan diarahkan, dan
bagaimana sumberdaya dialokasikan untuk mencapai tujuan selama jangka waktu
tertentu dalam berbagai kemungkinan keadaan lingkungan.
Hasil
dari proses perencanaan strategi berupa dokumen yang dinamakanstrategic plan yang
berisi informasi tentang program-program beberapa tahunyang akan datang.
Manajer
memerlukan jenis perencanaan khusus yang disebut perencanaan strategis.
Perencanaan strategis ini akan digunakan untuk menentukan misi utama organisasi
dan membagi-bagi sumber daya yang diperlukan untuk mencapainya.
Ada
2 (dua) alasan yang menunjukkan pentingnya Perencanaan Strategis :
memberikan
kerangka dasar dalam mana semua bentuk-bentuk perencanaan lainnya yang harus di
ambil.
akan
mempermudah pemahaman bentuk-bentuk perencaaan lainnya.
Dengan
adanya perencanaan strategis ini maka konsepsi perusahaan menjadi jelas
sehingga akan memudahkan dalam memformulasikan sasaran serta rencana-rencana
lain dan dapat mengarahkan sumber-sumber organisasi secara efektif.
Tiap
penerapan perlu merancang variasinya sendiri sesuai kebutuhan,situasi dan
kondisi setempat. Meskipun demikian, secara umum proses perencanaan strategis
memuat unsur-unsur:
perumusan
visi dan misi,
pengkajian
lingkungan eksternal,
pengkajian
lingkungan internal,
perumusan
isu-isu strategis,
penyusunan
strategi pengembangan (yang dapat ditambah dengan tujuan dan sasaran).
D. Implikasi Manajerial
Sebab
yang terjadi karena adanya perubahan dan pengembangan organisasi adalah sebuah
organisasi tersebut akan mengalami peningkatan baik dalam kinerja maupun hal
lainnya, organisasi tersebut juga tidak akan diam/stuck di dalam suatu posisi
melainkan terus berkembang semakin hari.
E. Pengertian dan Fungsi Budaya Organisasi
Sebelum melangkah pada pengertian tentang budaya
organisasi, alangkah baiknya kita jelaskan dulu pengertian dari budaya itu
sendiri. Kebudayaan menyinggung daya cipta bebas dan serba ganda dari manusia
dalam alam dunia. Manusia pelaku kebudayaan. Ia menjalankan kegiatannya untuk
mencapai sesuatu yang berharga bagi dirinya, dan dengan demikian nilai
kemanusiannya menjadi lebih nyata. Melalui kegiatan kebudayan sesuatu yang
sebelumnya hanya merupakan kemungkinan belaka diwujudkan dan diciptakan yang
baru. Dalam kebudayaan manusia mengakui alam dalam arti yang seluas-luasnya
sebagai ruang pelengkap untuk semakin memanusiakan dirinya, yang identik dengan
kebudayaan alam. Kebudayaan singkatnya adalah penciptaan penertiban dan
pengolahan nilai-nilai insani. Berdasarkan titik tolak penelitian, kebudayaan
didefinisikan secara beragam. Ahli sosiologi megatakan bahwa kebudayaan
merupakan keseluruhan kecakapan-kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan
lain-lain) yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat. Ahli sejarah
menekankan pertumbuhan kebudayaan dan mendefinisikan sebagai warisan sosial
atau tradisi. Ahli filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan dan
terutama pembinaan nilai dan realisasi cita-cita. Antropologi melihat
kebudayaan sebagai tata hidup, pandangan hidup, dan kelakuan. Psikologi
mendekati kebudayaan dari segi penyesuaian manusia kepada alam sekelilingnya
atas syarat-syarat hidup. Arkheologi menaksir kebudayaan sebagai hasil artefact
dan kesenian.
Berdarakan pengertian kebudayaan di atas, budaya
organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga tingkatan,
yaitu: Tingkatan Asumsi Dasar (Basic Assumption), kemudian Tingkatan Nilai
(Value), dan Tingkatan Artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan
asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada di
lingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri,
dan hal ini, asumsi dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu
suatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa itu ada.
Tingkatan yang berikutnya Value, Value itu dalam hubungannya dengan perbuatan
atau tingkah laku, untuk itu, value itu bisa diukur (ditest) dengan adanya
perubahan-perubahan atau dengan melalui konsensus sosial. Sedangkan artifact
adalah sesuatu yang bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam
bentuk tehnologi, seni, atau sesuatu yang bisa didengar (Schein, 1991: 14).
Budaya organisasi merupakan bentuk keyakinan, nilai, cara
yang bisa dipelajari untuk mengatasi dan hidup dalam organisasi, budaya
organisasi itu cenderung untuk diwujudkan oleh anggota organisasi (Brown, 1998:
34). Robbins, (2003: 525) menjelaskan bahwa budaya organisasi itu merupakan
suatu system nilai yang dipegang dan dilakukan oleh anggota organisasi,
sehingga hal yang sedemikian tersebut bisa membedakan organisasi tersebut
dengan organisasi lainnya. Sistem nilai tersebut dibangun oleh 7 karakteristik
sebagai sari (essence) dari budaya organisasi, 7 karakteristik adalah:
- Inovasi
dan pengambilan risiko (Innovation and risk taking). Tingkatan dimana para
karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil risiko.
- Perhatian
yang rinci (Attention to detail). Suatu tingkatan dimana para karyawan
diharapkan memperlihatkan kecermatan (precision), analisis dan perhatian
kepada rincian.
- Orientasi
hasil (Outcome orientation). Tingkatan dimana manajemen memusatkan
perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk
mencapai hasil.
- Orientasi
pada manusia (People orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan
manajemen memperhitungkan efek hasil – hasil pada orang–orang anggota
organisasi itu.
- Orientasi
tim (Team orientation). Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja diorganisir
di sekitar tim – tim, bukannya individu – individu.
- Keagresifan
(Aggressiveness). Suatu tingkatan dimana orang – orang (anggota
organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya santai
– santai.
- Stabilitas
(Stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di
pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.
Perspektif interpretif (subjektif) melihat budaya
organisasi sebagai proses-proses pembentukan pemahaman yang membentuk realitas
organisasi dan dengan demikian memberi makna kepada keanggotaannya. Konsep
pembentukan pemahaman ini penting bagi perspektif interpretif, sama pentingnya
dengan pemahaman yang dilaksanakan (enacted sense making) bagi teori Weick
mengenai pengorganisasian. Peraga dan indikator budaya organisasi tidak muncul
begitu saja. Semua ini harus dikonstruksi dan makna yang diberikan kepada
peraga dan indikator tersebut harus dibangkitkan dan dibangkitkan ulang dalam
interaksi. Peraga dan indikator (kisah-kisah, ritus-ritus, ritual) lebih
dianggap sebagai tindakan daripada sebagai benda. Pacanowsky da
O`Donnel-Trujillo (1982) berpendapat bahwa ketika para anggota mewujudkan
konstruk-konstruk, praktik-praktik, dan ritual ini merupakan pencapaian kecil
yang termasuk dalam pencapaian yang lebih besar lagi dalam budaya organisasi.
Istilah kuncinya adalah pencapaian dalam arti bahwa hal itu menunjukkan
tindakan, dan tindakan yang terus berlangsung dalam tindakan itu. Peraga dan
indikator budaya dapat pula dimasukkan ke dalam rubrik luas yang disebut
simbolisme organisasi. Yang penting dalam konsep pemahaman budaya ini adalah
makna simbolisme untuk anggota-anggota organisasi ketika mereka membentuk
realitas organisasi dan ketika mereka dibentuk oleh konstruk-konstruk mereka
sendiri.
Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk
dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi
bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya
organisasi menurut beberapa ahli :
a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt,
Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai
yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota
organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh
Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan
dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang
ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah
suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola
dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah,
membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan
anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk
anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan
merasakan masalah yang dihadapi.
e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya
organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara
pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut
oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan
berperilaku dari para anggota organisasi.
Sumber-sumber Budaya Organisasi
Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh
Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengaruh umum dari luar yang luas
Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau
hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.
2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat
Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari
masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.
3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam
mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan
penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai
masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.
Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi
sebagai berikut :
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu
organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi
anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang
lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk
dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Ciri-ciri Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya
organisasi adalah:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan
didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan
diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada
hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja
diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya
budaya organisasi yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh
karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu.
Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para
anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan
cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).
F.
Tipologi Budaya Organisasi
Tipologi budaya organisasi
bertujuan untuk menunjukkan aneka budaya organisasi yang mungkin ada di
realitas, Tipologi budaya organisasi dapat diturunkan dari tipologi organisasi
misalnya dengan membagi tipe organisasi dengan membuat tabulasi silang antara
jenis kekuasaan dengan jenis keterlibatan individu di dalam organisasi.
Jenis kekuasaan dan
keterlibatan individu dalam organisasi dibagi menjadi :
- Koersif
- Remuneratif
- Normatif
- Organisasi
Koersif, adalah organisasi di mana para anggota organisasi harus mematuhi
apapun peraturan yang diberlakukan.
- Organisasi
Utilitarian, adalah organisasi di mana para anggota diperlakukan secara
adil dalam pekerjaan dan hasil sesuai dengan standart atau ketentuan yang
yang disepakati bersama oleh anggota organisasi.
- Organisasi
Normatif, adalah organisasi di mana para anggota organisasinya memberikan
kontribusi tinggi pada komitmen karena menganggap organisasi adalah sama
dengan tujuan diri mereka sendiri.
G.
Kreativitas Individu dan Team Proses Inovasi
Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas merupakan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang baru, sedangkan inovasi adalah melakukan sesuatu yang baru. Hubungan keduanya jelas. Inovasi merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan yang meliputi strategi, taktik, dan eksekusi. Dalam pitching konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan bahwa secara konseptual apa yang disodorkan agency bagus, tetapi strategi itu tak berdampak pada perusahaan karena mandek di tingkat eksekusi. Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh seseorang, tetapi eksekusinya harus melibatkan banyak orang, mulai dari atasan hingga bawahan. Di sinilah mulai ada gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan.
Itu sebabnya, tak ada
perusahaan yang mampu berinovasi secara konsisten tanpa
dukungan karyawan yang bisa memenuhi tuntutan persaingan. Hasil
pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan inovator sangat
memperhatikan masalah pelatihan karyawan, pemberdayaan, dan juga
sistem reward untuk meng-create daya pegas inovasi. Benih-benih inovasi
akan tumbuh baik pada perusahaan-perusahaan yang selalu
menstimulasi karyawan, dan mendorong ke arah ide-ide bagus. Melalui
program pelatihan, sistem reward, dan komunikasi, perusahaan terus
berusaha untuk mendemokratisasikan inovasi.
Sumber :